Minggu, Mei 5, 2024
BerandaLaporan UtamaFeaturesMengenal Sosok Pramoedya Ananta Toer

Mengenal Sosok Pramoedya Ananta Toer

Sumber Foto: Kompas.com

Pramoedya Ananta Toer

Latar Belakang Kehidupan

Pramoedya Ananta Toer atau yang kerap dipanggil Pram, merupakan anak pertama dari 8 bersaudara. Pram lahir di Blora 6 Februari 1925 dari rahim ibunya yang bernama Siti Saidah dan merupakan seorang putri dari petinggi keagamaan di Rembang. Kemudian ayahnya bernama Mastoer yang merupakan seorang guru. Ayah Pram lahir dari keluarga yang bercorak Kejawen, sedangkan ibunya lahir dari keluarga santri. Kondisi ekonomi keluarga merosot saat ayahnya mengundurkan diri dari pekerjaan. Untuk mencukupi kehidupan, sang ibu bekerja serabutan seperti menjual nasi, kayu bakar dan beras. Ketangguhan sang ibu membuat Pramoedya Ananta Toer kagumĀ  terhadapnya dan mau bekerja keras.

Perjalanan Pram di bangku sekolah tidak mudah, ia lahir prematur sehingga menjadikan fisiknya lemah, dan sang ayah juga memandang ia lemah dalam intelektual. Hal tersebut dibenarkan ketika menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Budi Oetomo, karena Pram 3 kali beruturut tidak naik kelas. Ayahnya sebagai kepala sekolah tersebut semakin khawatir melihat kemampuan akademis anaknya.

3 Juni 1942, ibunya meninggal dunia karena mengidap penyakit Tuberkulosis (TBC). Selain kepala sekolah, ayahnya juga seorang nasionalis kiri di Partai Nasionalis Indonesia (PNI).

Pendidikan

Seperti yang diketahui, Pramoedya Ananta Toer tidak seperti anak lainnya yang berturut tidak naik kelas, ini membuat ayahnya memaksa Pram untuk berhenti belajar di Budi Oetomo. Setelah berhenti, ia melanjutkan belajar bersama ayahnya dirumah selama setahun. Tidak hanya Pelajaran sekolah yang ayahnya ajari, Pram juga diajarkan metode alam, cerita rakyat, bahkan soal politik, ayahnya juga mengenalkan dunia seni. Ayahnya mengajaknya mendengarkan gamelan serta tentang keindahan suara gamelan.

Ajaran ayahnya yang keras hingga sering membuatnya menangis ternyata tidak sia-sia. Setelah setahun belajar dirumah, ia dapat melanjutkan sekolahnya di Budi Oetomo dengan mudah. Setelah menamatkan Pendidikan di Sekolah Dasar, Pram ingin melanjutkan Pendidikan ke tingkat selanjutnya, namun sayang sang ayah tidak mengizinkannya dan menyuruhnya kembali lagi ke bangku sekolah dasar. ā€œAnak bodoh! Kembali kamu ke sekolah dasar!ā€ ujar ayahnya, seperti yang diceritakan Pram dalam film dokumenter oleh Lontar Foundation. Pram merasa sedih dan sendiri, meski begitu Pram mau menuruti perintah ayahnya.

Perjalanan belasan tahun di bangku sekolah tentu tidak mudah, Pram harus membantu ibunya berjualan nasi untuk mencukupi kebutuhan. Setelah tamat ia melanjutkan studinya di sekolah radio, Surabaya. Pram sudah memiliki kesenangan teknik elektro sejak duduk di bangku sekolah dasar. 1941 ia dinyatakan lulus secara resmi namun tidak kunjung mendapkan ijazah.

Tahun 1942 Jepang berhasil menduduki Asia pada perang dunia ke II dan berhasil merebut Indonesia. Pram mengingat semua kejadian saat jepang mengeruk habis kekayaan Indonesia, anak-anak dikirim keluar Jawa, bahkan para pemuda dijadikan Romusha. Dan pada akhirnya ia memilih kembali ke kampung halamannya di Blora meskipun ia telah berada dalam daftar militer.

Sepulangnya ke kampung halamannya, Pram membantu ibunya menjual nasi lagi. Ayahnya seorang tokoh nasionalis PNI yang merupakan salah satu partai dilarang keras oleh rezim imperealis, karena tekanan terus menerus membuat Mastoer melampiaskannya dengan berjudi dan sering kali melampiaskan amarahnya kepada keluarga dan anak-anaknya. Sikap Mastoer seperti inilah membuat ekonomi keluarga semakin krisis.

Hingga suatu hari Saidah sakit keras, sakitnya tidak kunjung membaik. Dalam keadaan seperti ini Mastoer jarang sekali ada di rumah. Karena ibunya menderita sakit keras Pram sebagai anak pertama harus menanggung kebutuhan keluarga, ia harus mencari uang untuk merawat ibunya yang sakit keras dan mencukupi kebutuhan adik-adiknya. Perjuangannya dalam merawat ibunya berakhir pada 3 Juni 1942, Perempuan yang sangat ia kagumi pergi untuk selamanya.

Kepergian Ibunya diurus oleh Pram yang berusia 17 tahun dan adik-adiknya. Ayahnya tidak terlibat sama sekali dalam proses pemakaman ibunya, karena tidak tahu dimana kebaradaan ayahnya yang membuat ia merasa kehilangan dan sendiri.

Setelah kepergian ibunya, Pram pergi ke Jakarta untuk mencukupi kebutuhan adik-adiknya. Di Jakarta ia tinggal bersama pamannya yang bernama Moedigdo. Pamannya inilah yang mendaftarkan Pram ke Sekolah Taman Siswa, kemudian pada tahun 1944 ia bekerja dalam keterpaksaan sebagai juru ketik di Kantor Jepang. Pram tentu tersiksa bekerja dengan kaum penjajah, namun adik-adiknya membutuhkan biaya untuk sekolah, terlebih ayahnya yang sudah tua. Setiap menerima gaji Pram akan langsung mengirim kepada adik-adiknya di kampung.

Perjuangan Pramoedya Ananta Toer

Pada saat Pram menaiki tahun ketiga, Sekolah Taman siswa dibubarkan oleh Jepang, sehingga membuatnya belum sempat menyelesaikan pendidikannya. Pram yang haus ilmu tidak putus asa, ia melakukan pembelajaran otodidak, dengan metode pembelajaran inilah Pram dapat mengakses ilmu sebanyak-banyaknya. Salah satu yang menjadi objek perhatian adalah Sastra, berkat buku yang ia sewa atau dibelinya.

Jepang menganggap Pram memiliki potensi, sehingga mengangkat Pram sebagai karyawan dan diizinkan melanjutkan studinya. Tetapi ia lebih memilih melanjutkan studi di Stenografi Tjou Sangiin, yaitu Lembaga Pendidikan Jepang. Setelah lulus tahun 1945 ia melanjutkan lagi studinya ke Sekolah Tinggi Islam Dondangdia. Disinilah Pram mengenal ilmu Humaniora seperti Filsafat, Psikologi, dan Sosiologi.

Pada masa studinya Pram masih menjadi juru ketik Jepang, namun karirnya tidak mengalami perkembangan lantaran ia tidak memiliki ijazah sekolah menengah. Karena itulah ia melarikan diri ke Blora kemudian ke Kediri untuk menghindari kejaran Jepang. Saat pelariannya ia mendengar kabar bahwa Indonesia telah merdeka pada 17 Agustus 1945. Setelah mendengar kabar itu Pram pergi ke kampung halamannya untuk bertemu adik-adiknya dan kembali lagi ke Jakarta.

Pada Oktober 1945, Pram diangkat menjadi Prajurit inti Divisi Siliwangi setelah sebelumnya bergabaung dengan BKR (Badan Keamanan Rakyat). Karirnya inilah yang megantarkannya pada jabatan Sersan Mayor. Namun karena Pram merasa bukan dunianya berada di politik dan militer, ia mengundurkan diri pada 1 Januari 1947.

Pram melanjutkan hobinya ke dunia sastra, hingga tidak lama kemudian ia diangkat menjadi direktur Majalah Sadar pada 21 Juli 1947. Pada tahun ini bertepatan pada Agresi Militer I, Pram mendapat perintah dari atasannya untuk mencetak dan menyebarkan pamflet perlawanan. Hal inilah yang membuatnya merasakan kehidupan dipenjara saat berusia 22 tahun. Ia dijebloskan ke penjara oleh mariner Belanda di Bukit Duri, Jatinegara, Jakarta.

Pada usianya yang muda, mendekap dalam penjara membuatnya frustasi. Hingga suatu waktu Pram ingin bunuh diri. Niat tersebut Pram urungkan setelah mengenal dunia tulisan. Pada saat itu fasilitas penjara Bukit Duri menyuguhkan buku-buku dan alat tulis. Tidak lepas dari itu, ia juga harus menjalankan kerja paksa yang diperintahkan oleh penjaga penjara. Karena dirasa terlalu menindas akhirnya ia dan tahanan lain melakukan demonstrasi, meski hal tersebut tidak mendapat pengadilan dari pihak penjara. Kekesalan Pram membuatnya tetap menolak dan tidak mau melakukan kerja paksa. Akibatnya Pram dihukum dalam sel yang diasapi bau got.

Penjara tidak membuat semangatnya redup, ia bahkan melahirkan buku yang berjudul Perburuan yang menang dalam lomba menulis oleh Balai Pustaka 1949. Tahun 1960, Pramoedya kembali dipenjara karena karyanya yang berjudul Han Kiau di Indonesia, buku ini menceritakan tentang masyarakat minoritas. Tumbangnya masa Orde lama membuat Pram dibebaskan atas desakan dunia internasional.

Pada Orde baru 13 Oktober 1965 Pram kembali ditahan karena tuduhan Komunis. Tetapi tuduhan itu tidak diproses di pengadilan, ia langsung dijebloskan ke penjara Salemba dan Tanggerang hingga tahun 1969. Pramoedya dipindahkan ke Nusakambangan, Cilacap Jawa Tengah pada Juli 1969 hingga Agustus 1969. Lalu dipindahkan lagi ke Pulau Buru sampai 12 November 1979. Penahan kali ini menjadi penahanan terpanjang semasa hidupnya. Dipulau Buru inilah ia banyak sekali melahirkan tulisan. Salah satu karyanya yang lahir saat Pram ditahan di Pualu Buru ialah Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan masih banyak lagi.

Setelah bebas dari penjara, statusnya sebagai Mantapol (mantan tahanan politik) membuat hak bicaranya dibatasi, karya-karyanya terus dilarang oleh negara. Di dunia internasional, Pramoedya menjadi lambang perjuangan demi hak asasi manusia, di Indonesia sendiri Pramoedya Ananta Toer pada rezim Soeharto adalah simbol perlawanan dan korban kekerasan.

Karya-Karya yang Dilarang

Karya-karya Pram yang didasari oleh penindasan, ketidak adilan, dan mengajarkan tentang perlawanan mengakibatkan karyanya banyak dilarang, di ambil dan dibakar.

  • Ditepi Kali Bekasi (1951), disita oleh Nefis (Organisasi intelijen tantara Belanda di Indonesia) karena karya ini didasari oleh percakapan, kejadian, tokoh dan situuasi yang sebenarnya.
  • Perburuan (1950), dilarang karena mengandung unsur Komunis
  • Panggil Aku Kartini Saja (1963) dibakar oleh Angkatan Darat
  • Gadis Pantai (1962-1965) disita pemerintah
  • Bumi Manusia (1980) dilarang Jaksa Agung pada 1981
  • Anak Semua Bangsa (1981) dilarang Jaksa Agung pada 1981
  • Oei Tjoe Tat (Pembantu Presiden Soekarno) (1995), disita Jaksa Agung

 

Penulis: Indah

Penyunting: Tim Penerbitan

Ā 

Redaksi WARTA
Redaksi WARTAhttp://www.wartaiainpontianak.com
wartaiainpontianak.com merupakan media daring (online) yang dikelola oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM ) WARTA, yang merupakan salah satu bentuk Unit Kegiatan Mahasiswa di lingkungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak. Alamat redaksi wartaiainpontianak.com berada di Jalan Letnan Jenderal Soeprapto No. 19, Kelurahan Benua Melayu Darat, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat atau komplek kampus IAIN Pontianak Gedung Sport Center Bagian Barat. Iklan dan redaksi E-mail: lpmwarta1@gmail.com
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments