- Ilustrasi Foto : Jurnalis LPM Warta
Hari Buruh Internasional yang diperingati setiap tanggal 1 May kembali mengingatkan pada kontroversial yang lahir beberapa tahun belakangan. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah direvisi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja kemudian ditetapkan menjadi UU No.6 Tahun 2023.
Kontroversi yang dituai dari UU Cipta Kerja (Ciptaker) No. 6 Tahun 2023 terbaru dinilai masih merugikan pihak buruh atau pekerja. Mulai dari perjanjian kerja waktu tertentu, pengupahan, perlindungan dari pemutusan hubungan kerja, kompensasi pesangon, dan Outsourching atau alih daya antar perusahaan yang memudahkan Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk bekerja di Indonesia.
Ancha Makkawali, seorang Dosen Hukum Pidana di IAIN Pontianak menjelaskan bahwa memang benar adanya kecenderungan kebijakan Perppu Ciptaker yang merugikan buruh, namun disisi lain juga memberikan keuntungan.
”Undang undang Cipta Kerja memang ada beberapa pasal yang bisa kita lihat merugikan para buruh atau pekerja ketika melakukan hubungan kerja dengan pengusaha. Tetapi di satu sisi, di dalam ketentuan UU Cipta Kerja juga ada pasal yang memberikan keuntungan kepada pekerja. Jadi inilah dinamika sebenarnya yang memang terjadi di dalam ruang publik kita, yang harus memang juga menjadi atensi pemerintah untuk memperbaiki apa saja sebenarnya kembali untuk direvisi, ya diajukan kembali ke DPR untuk dilakukan revisi apa saja pesalnya ya ‘kan. yang memang masih tabu harusnya diperbaiki juga.” Ujar Ancha.
Sejumlah serikat buruh yang resah kembali memperjuangkan Pencabutan Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) dalam aksi unjuk rasa di gedung DPRD Pontianak pada tanggal 2 Mei 2024. Tak hanya buruh, Polemik omnibuslow ternyata menimbulkan kekhwatiran pada Mahasiswa sebagai calon Pekerja yang akan terjun kedunia kerja.
Muhammad Syarif, Wakil Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syariah (Dema Fasya) IAIN Pontianak menilai bahwa substansi dari PERPPU Cipta kerja belum layak disahkan kerena cenderung memberatkan Masyarakat Sipil. (Sabtu,04/05/2024)
“Kalau dari kacamata saya sebagai Mahasiswa, UU Perppu Cipta Kerja itu seharusnya belum disahkan. Kenapa saya berbicara demikian? Karena menurut saya, beberapa Pasal itu sangat merugikan pihak buruh. Pada dasarnya UU diciptakan itu untuk kesejahteraan rakyat. Jangan sampai UU itu diciptakan hanya untuk kepentingan dan keuntungan sebagian orang di Republik ini,” Ungkap Syarif.
Ia juga menilai salah satu pasal yang mengatur tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) yang dikhawatirkan berpotensi mempersempit lapangan kerja yang ada di Indonesia.
“Salah satu pasal yang saya amati, ada beberapa poin yang memudahkan tenaga kerja asing masuk di Indonesia. Padahal lulusan di Indonesia per tahun itu banyak. Baik itu sarjana, diploma, ataupun SMA yang masih perlu untuk lapangan kerja. Tapi di satu sisi UU tersebut malah membebaskan atau memudahkan TKA untuk masuk di Indonesia. Itu salah satu di antaranya,” Ujar Syarif.
Syarif juga menyoroti kasus Mulyanto buruh PT Duta Palma Group di Kabupaten Bengkayang. Mulyanto ditangkap dan ditahan Polda Kalbar pasca aksi mogok kerja karyawan PT Duta Palma Group yang berakhir ricuh pada 23 Agustus 2023 lalu. Para buruh melakukan aksi demo dan mogok kerja lantaran perusahaan belum memenuhi tuntutan hak-hak mereka.
“Karena kebetulan saya juga sedang PKKHP, yang merupakan program dari Fakultas Syariah, beberapa kali saya melakukan pengamatan dan peninjauan terhadap kasus yang sedang bergulir sekarang, kalau penilaian saya kasus ini tuh kriminalisasi terhadap buruh. Pada dasarnya Mulyanto memperjuangkan hak-hak buruh. Yang sampai hari ini dikesampingkan oleh pihak pemerintah dan juga perusahaan. Maka dari itu, Mulyanto bersama teman-teman mereka, bersama aliansi buruh, Sambas dan Bengkayang, kemarin melakukan unjuk rasa, itu terkait mereka menuntut hak-hak mereka itu terpenuhi. Tetapi ada kriminalisasi yang terjadi kepada saudara Mulyanto,” Tambahnya.
Ia menghimbau agar mahasiswa memiliki kesadaran untuk lebih peduli dengan isu-isu HAM seperti kasus Mulyanto yang sedang diperjuangkan di Pengadilan Negeri Pontianak.
“Kasus ini harus kita kawal bersama, kita sebagai mahasiswa, karena kebetulan saya mahasiswa, kita harus peduli dengan kasus seperti ini. Kasus-kasus seperti ini, apalagi kita baru melewati May Day atau Hari Buruh Internasional, yang sampai mahasiswa itu apatis dengan isu-isu yang ada. Karena kita tidak menutup kemungkinan ketika kita ketika lulus, sudah menjadi bagian dari pekerja, tidak lagi menjadi mahasiswa, dan sudah selesai di perguruan tinggi, kita bakal menjadi pekerja ataupun buruh, dan mana-mana, kita harus perjuangkan hal ini,” Sambungnya.
Syarif menekankan perlu adanya pengkajian ulang terhadap substansi daripada PERPPU Ciptaker itu sendiri. Ia juga berharap Pemerintah bisa lebih memperhatikan nasib buruh
“Saya sebagai Mahasiswa, karena kebetulan juga mahasiswa Fakultas Syariah yang dibidang hukum, saya harap UU ini dikaji kembali. Ya walaupun sudah disahkan, tapi saya harap UU ini dikaji kembali oleh pemerintah terutama DPR, karena DPR lah yang berhak mengesahkan undang-undang itu sendiri. Undang-undang ini tidak boleh merugikan pihak-pihak buruh dan juga tidak boleh merugikan pihak-pihak pekerja, dan UU harusnya hadir untuk membantu kemaslahatan rakyat dan juga kemaslahatan semua warga negara Indonesia. Jangan sampai UU itu sendiri lahir untuk kepentingan orang-orang birokrat atau orang-orang tertentu, oknum tertentu dan juga dari afiliasi tertentu, tapi UU itu sendiri lahir atas kepentingan rakyat dan juga khususnya kepentingan buruh, karena ini berkaitan dengan buruh.” Tutup Syarif
Penulis : Rolliny
Editor : Cici