wartaiainpontianak.com – Riuh reda pesta demokrasi itu hadir kembali
Tahapan pemilihan walikota pun sudah di mulai
Tiga pasangan berupaya menjadi yang utama
Wacana dan kerja menjadi upaya
Adakah wacana Penyelamatan Tempat-Bangunan Bersejarah di dalamnya?
Mengapa kursi nomor satu di kota Pontianak itu diperebutkan?? Ada sekian banyak alasan. Namun, mungkin yang utamanya karena dapat menentukkan kemana arah perubahan.
Pemilihan kepala daerah (pilkada) 2018 ini merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di kota Pontianak untuk memilih Walikota dan Wakil Walikota. Sebagai pesta demokrasi lima tahunan dan amanat dari Undang-Undang.
Berbagai visi dan misi unggulan di lontarkan oleh masing-masing pasangan calon. Dari upaya yang diklaim sudah ada, hingga program yang dirasa akan mendongkrak suara nantinya. Semuanya dibungkus dengan jargon masing-masing pasangan calon.
Gagasan, pemikiran serta program diramu sedemikian rupa. Kemudian dituangkan dalam visi dan misi. Ini menjadi penting, untuk selain akan menjadi sorotan, visi-misi menjadi pedoman dan gambaran masyarakat. Untuk melihat, dibawa kearah mana pembangunan Kota Pontianak lima tahun kedepan, oleh siapapun yang akan terpilih nantinya.
Pertanyaaan pun menyeruak. Adakah terbersit atau terlintas wacana penyelamatan bangunan bersejarah di dalamnya? Sebagai bagian penting cetak biru pemimpin kota ini yang berikutnya. Dalam mempercantik wajah kota dan sekaligus menjaga identitas kota melalui tempat dan bangunan-bangunan bersejarahnya.
Potensi Heritage di Kota Pontianak
Pontianak, kota di garis khatulistiwa, juga menyimpan banyak peninggalan bersejarah. Baik yang berupa benda, bangunan, struktur maupun zona (kawasan). Yang dapat dijadikan sebagai benda cagar Budaya. Bukan tidak mungkin jika diolah dengan baik dapat menjadi potensi wisata unggulan. Tidak kalah bila dibanding dengan tempat-tempat lain di Indonesia, bahkan manca negara.
Keberadaan peninggalan bersejarahnya lengkap juga berciri khas. Dari keadaan geografis, pusat pemerintahan, tempat ibadah, bangunan perkantoran, pasar, rumah tinggal, sarana umum, sarana transportasi , tugu hingga warung-warung kopinya. Dari yang umumnya ada disetiap daerah hingga yang hanya ada di Pontianak.
Secara Geografis, Pontianak adalah satu-satunya kota yang tepat berada di garis khatulistiwa. Dikuatkan lagi dengan keberadaannya tepat di simpang besiku pertemuan Sungai Kapuas dengan Sungai Landak. Tak kalah juga kawasan jalan Tanjungpura yang dahulu terkenal dengan Wow Street (volkstraart), jalan Gajahmada sebagai kawasan yang menyimpan bangunan tua serta fenomena yang ada di sepanjang kedua sisi jalan serta dalamnya, kawasan sepanjang sungai Kapuas kecil dengan geretak nya, yang menyimpan sejarah dan kajian subaltern serta beberapa yang lainnya.
Untuk bangunan pusat pemerintahan baik kesultanan maupun kolonial, Pontianak masih memiliki Istana Kadriah, serta sisa-sisa kawasan perkantoran Residen. Beberapa tempat ibadah, seperti Mesjid Jami Sultan Abdurrahman, Surau Bait Annur, Mesjid Baitul Makmur, Mesjid Jihad, Gereja Katedral, Kelenteng Tiga masih difungsikan. Bangunan budaya, berupa replika Rumah Betang, Rumah Melayu, Rumah Yayasan Kuning seolah memberi citra interaksi budaya yang dinamis. Bangunan perkantoran, Kantor Pos Lama, gedung Bank Indonesia (De Javasche Bank), gedung Bappeda Kota dan beberapa lainnya walau tertatih masih mampu bercerita untuk menyiratkan masa-masa jayanya.
Kawasan Pasar Kapuas Besar walau sudah ada berubah disana-sini namun masih bergeliat menjaga arsitektur dan dinamika sejarahnya. Rumah-rumah tinggal, rumah panggung di tepian Sungai Kapuas Kecil, Kampong Beting, Kampong Saigon, Kampong Kamboja, Kampung Bangka, Kampong Arab, Kampong Tengah, dan beberapa lainnya seolah menunggu untuk disapa dan diperhatikan.
Sarana-sarana umum yang berciri khas, seperti Taman Alun Kapuas (Larive Park), Lapangan Sepak Bola Kebun Sajoek (PSP), Parit di dalam dan disekitar wilayah kota, Geretak tepian Sungai Kapuas, Tugu Khatulistiwa, Tugu Nol Kilometer (pada saat tulisan ini dibuat sudah hilang), Tugu 40 tahun Sultan Muhamad bertahta dan lainnya.
Tempat, kawasan, bangunan-bangunan tersebut menjadi satu bagian utuh yang tidak hanya sekedar lembaran masa lalu di masa sekarang. Namun yang paling penting ia mencerminkan setiap tahapan dan bagian sejarah berkembangnya kota ini. Begitu banyak manfaat yang diperoleh dari menjaga dan melestarikannya, selain untuk mempertegas identitas kota, memperkaya khasanah sejarah dan budaya, sarana pendidikan dan ilmu pengetahuan, hingga menambah pendapatan daerah.
Bagaimana Keadaan Peninggalan-Peninggalan Sejarah Di Kota Pontianak Saat Ini?
Setiap kota harus berkembang. Pembangunan menjadi salah satu kunci agar hari esok lebih baik lagi. Pembangunan yang memperhatikan aspek sejarah, sosial dan budaya menjadi penting dan semestinya menjadi dasar pijakan. Tidak hanya aspek fisik semata. Catatan panjang hilangnya peninggalan-peninggalan sejarah di kota ini telah kita saksikan dan menjadi intropeksi bersama.
Sudah begitu banyak lembar sejarah yang hilang. Generasi sekarang sudah tak dapat melihat lagi beberapa peninggalan itu. Bahkan narasi yang semestinya diceritakan seperti terhapus atau masih tercecer entah dimana. Siapa diantara kita yang pernah mendengar cerita tentang Pagar benteng batu istana Kadriah? yang kini nyaris tak lagi dapat kita saksikan keberadaannya. Keberadaan Benteng (fort) Du Bus, kini hanya tinggal cerita saja.
Gereja Katedral Pontianak, yang sudah masuk sebagai benda cagar budaya, bahkan sudah berganti menjadi bangunan gereja megah dan mewah. Europe Largere School (ELS) dirobohkan tanpa bekas, rata dengan tanah. Geretak kayu di sepanjang tepian Sungai Kapuas Kecil kini semakin terancam keberadaannya, karena ditutup dengan coran semen dan pasir. Barau-barau Parit yang mengelilingi kota, kini nyaris tak bersisa. Atau siapa anak muda yang sekarang tahu dimana itu Geretak Putih? Prasasti Tragedi Mandor di bundaran Pelabuhan Pontianak diubah hilang entah bagaimana. Bangunan Penjara, saksi bisu sejarah perjuangan daerah ini tak ada lagi rupanya, diganti rumah sakit. Rumah-rumah panggung di tepian Sungai Kapuas satu persatu menghilang, nyaris tak tersentuh dan seperti tak diikut sertakan dalam roda pembangunan. Bahkan Patok Nol Kilometer Pontianak telah diganti yang indah namun kehilangan makna sejarahnya. Masih banyak lagi yang lainnya.
Semoga lembaran itu tidak bertambah lagi dan semoga akan ada kata dan upaya penyelamatan bangunan bersejarah dalam perhelatan pemilihan orang nomor satu di kota ini. Bukan hanya untuk bernostalgia. Namun, sebagai upaya akan sikap dan strategi kebudayaan untuk melestarikan peninggalan bersejarah di kota ini. Agar kota kita, kota Pontianak tidak menuju menjadi kota yang lupa akan ingatannya. Seperti apa yang dikatakan oleh Prof Eko Budiarjo, Kota tanpa bangunan lama, ibarat manusia tanpa ingatan.
Segala potensi jelas sudah tersedia, sejarah yang panjang telah membentuk wajah kota seperti sekarang. Intinya tak ada yang kurang dari kota ini. Yang sudah, biarlah sudah. Jadikanlah sebagai pelajaran berharga.Tinggal bagaimana sekarang setiap potensi yang ada tidak lagi di biarkan, hilang perlahan, atau diganti yang baru.
Tentu kita mesti ingat dan mengambil hikmah dari itu semua. Sekarang, saatnya diperlukan cetak biru (rencana strategis) yang jelas dan terang benderang berkenaan dengan peninggalan bersejarah di kota Pontianak. Agar pembangunan tidak hanya pada fisik semata, apalagi sekedar orientasi proyek. Namun, juga dapat bersanding dengan peninggalan sejarahnya. Keinginan Pontianak menjadi Kota yang Cerdas (smart city), sangat berhubungan erat akan hal ini. Karena sebagai kota yang cerdas tentunya sebelum melangkah jauh ia perlu tahu bagaimana perjalanan sejarahnya dan menjaga peninggalan-peninggalannya.
Selamat melaksanakan pesta demokrasi untuk memilih kembali orang nomor satu di Kota Pontianak. Semoga moment ini mengingatkan kembali untuk selalu menjaga peninggalan sejarahnya. Sekali lagi, agar kota kita, kota Pontianak tidak menuju menjadi kota yang lupa akan ingatannya. Semoga kita senantiasa mampu menjaga amanat anak cucu. Agar mereka menghargai kita. Karena Mereka yang tidak menghargai masa lalu, juga tidak berharga untuk masa depan.
Penulis: Ahmad Sofian dZ
Menulis beberapa buku, baik buku sastra maupun buku berdasarkan kajian/ penelitian. Diantaranya MENCARI RUANG PUBLIK DI WARUNG KOPI, Fenomena Warung Kopi dan Es Teler di Kota Pontianak (2008,2012), PONTIANAK KOTA KHATULISTIWA, Panduan Wisata ke Kota Pontianak (2010,2012,2014). PONTIANAK HERITAGE (2013). Meriam Ke(a)rbit 2014,2015.