wartaiainpontianak.com — Berdasarkan SK Rektor No. 596 Tahun 2021 tentang Program Pendidikan Mahasantri Ma’had Al-Jami’ah Institut Agama Islam Negeri Pontianak, mahasiswa baru IAIN Pontianak tahun 2021/2022 ‘diwajibkan’ untuk mengikuti pendidikan di Ma’had Al-Jami’ah, terutama bagi mahasiswa yang kemampuan membaca Al-Qur’an atau mengajinya masih kurang. Karena kebijakan ini, sebagian mahasiswa merasa keberatan dan menolak kebijakan baru tersebut, namun selain itu ada juga mahasiswa yang tak keberatan dan menerimanya.
Dalam wawancara wartaiainpontianak.com dengan mahasiswa baru mengungkapkan bahwa mahasiswa yang merasa tidak keberatan ini adalah mahasiswa yang lolos tes mengaji. Salah satunya yaitu NY, ia mengatakan tidak keberatan dengan kebijakan ini.
“Saya memang ingin di ma’had kan, jadi saya terima kebijakan itu. Tapi pas keputusan dari pihak ma’had saya ni lulus tes ngajinya, jadi tidak diwajibkan ma’had, tapi saye ni benar-benar ingin tinggal di ma’had, daftar ulang, trus saye jadi masuk ke ma’had,” ujar NY, mahasiswa dari Fakultas Ekonomi Bisnis Islam (FEBI), saat diwawancarai pada Rabu (13/10).
NY yakin bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh kampus ini sudah terbaik untuk mahasiswa dan juga untuk kebaikan kampus.
Selain itu, ada pula mahasiswa baru yang menolak kebijakan ini dikarenakan status perekonomian. “Kalau menurut kite pribadi sih ndak bise, karne yang kuliah di IAIN ni bukan hanye kalangan orang mampu, karne ada juga yang di bawah. Kalau disuruh mengikuti alur, kami kurang mampu dalam segi perekonomian,” ujar mahasiswa baru berinisial SNA dari Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) yang menolak kebijakan ma’had.
SNA mengungkapkan bahwa pihak kampus tidak memberitahu sejak awal jika ada program Ma’had untuk mahasiswa baru dan harus membayar sesuai dengan biaya yang tertera. “Belom agik pengeluaran untuk makan sehari-hari sangat besar biaya yang dikeluarkan, kalau tau bakal begini, jujur saya tidak akan masuk di sini,” tambah SNA.
SNA mengungkapkan bahwa mereka sudah menyampaikan keluhannya dalam bidang perekonomian kepada pihak Ma’had, namun dari pihak Ma’had menyampaikan bahwa nanti akan dibicarakan. “Mau dibicarakan dulu dengan keuangan, soalnya program Ma’had itu masuk dalam KRS, takutnya pas bayar UKT nye susah,” ujar SNA.
wartaiainpontianak.com juga bertanya kepada mahasiswa baru yang sudah di-ma’hadkan, bahwa pembayaran biaya di Ma’had Rp 625.000 per mahasiswa, apakah sejauh ini fasilitasnya memadai?
Mahasiswa baru tersebut menjelaskan tentang fasilitas yang ada di Ma’had. “Di dalam kamar itu cuma dikasi lemari dan meja belajar jak kak, alat-alat lainnya bawa sendiri, kayak rice cooker, kompor, kipas angin, dan setiap kamar itu berisi 5 – 6 orang yang menempati,” jelas SA dari Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) ketika diwawancarai Rabu (13/10).
Dengan begitu banyak mahasiswa baru yang masuk di IAIN Pontianak dan harus diwajibkan Ma’had dengan biaya yang cukup mahal, mahasiswa baru sangat heran dengan fasilitas yang disediakan oleh pihak Ma’had hanya tersedia meja belajar dan lemari, bahkan Wi-Fi pun tidak sampai di lantai 5 dan mahasiswa yang berada di sana harus turun lagi ke gazebo untuk mendapatkan sinyal Wi-Fi.
Sebelum di-ma’hadkan pasti di tes ngaji dulu, nah bagaimana penilaian Ma’had terhadap mahasiswa baru?
wartaiainpontianak.com mendapatkan informasi dari mahasiswa baru untuk penilaian mengaji ini nilai kelulusannya di atas 50, jika nilainya 50 ke bawah itu sudah dipastikan tidak lulus. Adapun mahasiswa yang mengikuti tes kemudian digolongkan ke dalam beberapa golongan warna, seperti merah (tidak bisa mengaji dan harus di-ma’hadkan), kuning (bisa sedikit mengaji tetapi tidak tinggal di ma’had), sedangkan hijau (bisa mengaji dan disuruh untuk mengajar mengaji). Namun kebanyakan mahasiswa baru tidak mengetahui golongan warna apa dan tidak mengetahui mendapatkan nilai berapa.
Reporter : Citra Wulandari
Editor : Mei Hani Anjani