Pontianak, 16 Juni 2025 — Puluhan Aliansi mahasiswa Kalimantan Barat menggelar aksi unjuk rasa damai di depan Markas Kepolisian Daerah Kalimantan Barat (Polda Kalbar), Senin (16/6).
Aksi tersebut digelar untuk memperingati 25 tahun insiden penembakan yang menewaskan aktivis mahasiswa Syafaruddin Usman pada 14 Juni 2000, sekaligus menuntut keadilan dan keterbukaan informasi atas kasus tersebut.
Dalam aksi bertajuk “Juni Berdarah”, mahasiswa menilai bahwa negara belum menunjukkan itikad baik dalam menuntaskan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang menimpa Syafaruddin.
Koordinator lapangan aksi, Syarif Falmu, menyampaikan bahwa budaya impunitas masih mengakar kuat di tubuh negara.
“Keadaan ini mencerminkan watak negara yang masih alergi terhadap kritik, serta memperlihatkan bagaimana impunitas menjadi budaya yang dibiarkan tumbuh subur,” ujar Falmu saat membacakan pernyataan sikap.

Ia menegaskan bahwa aksi ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan bentuk desakan serius agar negara bertanggung jawab terhadap pelanggaran HAM yang hingga kini belum menemukan titik terang.
“Sudah 25 tahun, dan tak satu pun pelaku diadili. Kami tidak akan diam. Kami akan terus mengingatkan bahwa nyawa mahasiswa bukan harga murah,” tegasnya dalam orasi lanjutan.
Dalam aksi tersebut, massa membawa dua tuntutan utama.
Pertama, mereka meminta pihak kepolisian menghentikan segala bentuk tindakan represif terhadap massa aksi damai.
Kedua, mereka menuntut agar Polda Kalbar membuka kembali dokumen penyelidikan penembakan Syafaruddin, dengan batas waktu maksimal tiga hari kerja sejak tanggal aksi, yaitu 16 Juni 2025.
Falmu juga mengingatkan bahwa jika tuntutan itu tidak diindahkan, mahasiswa akan kembali turun ke jalan dengan kekuatan yang lebih besar.
“Jika tuntutan ini diabaikan, maka jangan salahkan apabila gelombang aksi lanjutan akan terus kami suarakan lebih besar, lebih luas, dan lebih lantang,” ujarnya.
Menanggapi aksi ini, pihak Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalbar menyatakan bahwa proses penyelidikan masih berjalan dan saat ini mereka juga berkoordinasi dengan Polisi Militer, mengingat pada masa itu institusi kepolisian dan TNI masih berada dalam satu struktur. Pihak Polda juga menyatakan keterbukaan untuk menerima bukti tambahan dari masyarakat atau pihak keluarga korban.
Aksi berlangsung damai dan mendapat pengamanan ketat dari aparat kepolisian. Di akhir aksi, mahasiswa mengajak masyarakat untuk tidak melupakan tragedi 14 Juni dan terus menyuarakan keadilan bagi Syafaruddin Usman.
Penulis: Aghisna
Reporter: Vitri