wartaiainpontianak.com – Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) melanjutkan agenda “Ngopi Coi” dengan Talkshow yang dipimpin oleh pembawa acara yaitu Vita dari Radio Volare. Untuk diskusi pertama, Vita mengarahkan bincang dengan Dr. Hj. Andi Intang Dulung, MHI bahwasanya terorisme itu bukan berawal dari belajar biasa. Ada pembelajaran mendalam untuk membuat suatu pemahaman besar serta radikalisme dan terorisme tersebut.
“Belum lagi, ketika pemahaman ini mengundang banyak masyarakat untuk bersama-sama dalam kesesatan yang tentunya akan melunturkan paham budaya dan agama yang sudah dipelajari sedari kecil tadi,” kata Intang.
BNPT melakukan survei dengan hasil yang valid dari 32 provinsi dan untuk Pontianak, grafik terorisme masih sedikit. Ada dua potensi yang diteliti berpotensi besar karena dalam melakukan pencegahan harus melibatkan banyak pihak karena potensi yang begitu besar tersebut.
“Penguat potensi secara nasional adalah beberapa program yang dilakukan BNPT adalah melibatkan lapisan masyarakat yang sangat berpengaruh. Kemudian, melibatkan kementerian agama yang termasuk sebagai penceramah karena dianggap sebagai raja rimba mimbar. Sasaran terorisme adalah anak muda, maka BNPT menggandeng anak muda dengan memberikan sebuah kerjaan kreatif seperti vidio pendek tentang perdamaian Indonesia,” tambahnya.
Selanjutnya Vita berbincang dengan Yosef Ada Prasetyo selaku Praktisi Jurnalis menyampaikan bahwa media harus mewaraskan pemikiran masyarakat. Seorang jurnalis, tentunya harus memperoleh hasil dengan data. Menjadi pers atau jurnalis tentunya harus memiliki pengalaman dilapangan ataupun pengalaman berupa materi.
” Dengan adanya perkembangan zaman sekarang ini, maka semua orang bisa menjadi jurnalis tanpa harus belajar. Inilah yang akan menjadi kerancuan pola likir masyarakat yang kemudian terciptalah pelencengan pemahaman yang tertanam dalam pikiran masyarakat. Contohnya, seperti mewawancarai mengenai terorisme tentunya jurnalis harus mencari data yang paling valid seperti pada kepolisian yang sedang menangani kasus terorisme atau dengan orang terdekat seperti istri atau tetangga,” katanya.
“Apabila seorang wartawan yang membuat pemberitaan tentan bahan bom yang berasal dari pupuk, itu tentu akn menjadikan pembelajaran masyarakat untuk berfikir membuat bom tersebut. Untuk pers media massa manapun, yang melakukan pelencengan terhadap pemberitaan terorisme maka bisa dilaporkan ke dewan pers yang kemudian akan ditangani lebih lanjut,” tegas Yosef.
Terakhir, Vita mengalihkan bincang-bincang kepada H. Nur Iskandar, SP selaku Pimpinan Redaksi Teraju. Dalam bincang kali ini, Nur Iskandar membicarakan kearifan lokal. Dalam penyaringan informasi, pengecekan berita harus dilakukan. Nur Iskandar kembali berbincang dengan khas pontianak seperti slogan Pontianak yang menambah keunikannya saat berbicara.
” Awak Datang, Kamek Sambot. Maksudnya adalah berita yang datang itu disaring terlebih dahulu. Jangan langsung terima lalu buang. Kalimantan Barat pernah menjadi provinsi yang sangat rentan berpotensi terorisme kedua setelah Papua. Kemudian, setelah FKPT melakukan upaya mencegah terorisme, maka Kalimantan Barat mencapai kesuksesan hingga menjadi salah satu provinsi yang melakukan pesta demokrasi yang baik. Kinerja FKPT di Pontianak memang tidak bisa diragukan lagi karena bercermin dengan hasil yang dihasilkan oleh FKPT dalam menangani terorime sangat baik,” tuturnya.
Reporter : Feby Kartikasari
Editor : Syarifah Desy