wartaiainpontianak.com — Banyaknya berita yang beredar di kalangan masyarakat kampus mengenai program wajib ma’had bagi mahasiswa baru yang telah dinyatakan lulus di kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, membuat mahasiswa baru (maba) merasa keberatan dengan kebijakan ini. Pasalnya, banyak di antara mereka yang memiliki kepentingan mereka masing-masing, mulai dari tidak diizinkan oleh orang tua hingga sudah membayar uang kost.
Dalam hal ini Dr. Usman, M.Pd.I selaku Mudhir Ma’had Al-Jami’ah angkat bicara mengenai kebijakan wajib ma’had dan keresahan mahasiswa baru dalam mengikuti program ini. Ia menyatakan bahwa program ma’had ini adalah program yang baik dari kampus. “Kenapa program ma’had ini ada, semua kampus sudah ada. Perlu diketahui bahwa IAIN ini selalu dikritik oleh masyarakat. Dilihat dari kakak tingkat yang telah berkecimpung di masyarakat, ada yg tidak bisa tadarus, tidak bisa memandikan mayat dan banyak kritik lainnya. Dari kritik ini, maka ada program ma’had ini. Problemnya ma’had ini dulu open, yang suka silahkan masuk yang ndak, ndak usah. Sehingga yang di mahad saja yang ter-cover kemampuannya. Oleh karena itu, rektor mengambil tindakan dengan cepat, dan mewajibkan ma’had,” ujar Usman saat diwawancarai oleh wartaiainpontianak.com, Rabu (13/10).
Selain itu, Usman juga menyampaikan bahwa yang wajib ma’had itu untuk mahasiswa baru awalnya berjumlah 900 lebih dan mengalami pengurangan menjadi 700-an. “Mahasiswa kita ada 1500 sekian. Ada 155 yang tidak mengirimkan link atau yang mengirimkan link tapi tidak masuk mungkin karena sinyalnya dan ada yang mungkin sengaja tidak mengirimkan. Sehingga 155 orang ini masuk dalam kategori wajib ma’had. Atas dasar inilah wajib ma’had. Di tengah perjalanan ada masukkan, di mana 155 orang ini dites karena mereka sudah ada di Pontianak,” lanjut Usman.
Mudhir Ma’had Al-Jami’ah juga menyampaikan bahwa ma’had ini tidak se-ekstrim seperti yang difikirkan oleh para mahasiswa baru. Mahad ini masih dapat leluasa. Ketika siang hari, maka mahasiswa tetap dapat berkuliah dengan nyaman. Kemudian malam hari ma’had memiliki program seperti salat Magrib berjamaah, tadarus Al-Quran, dan mengaji Al-Quran dengan baik dan lancar. Ia berharap lewat program ini, maka dapat memberikan citra dan marwah yang baik untuk kampus. “Jadi menurut saya, wajar kalau mereka (mahasiswa baru) harus ikut program ini. Karena kita harus menjaga marwah kampus termasuk warta, pimpinan, ma’had, dan sebagainya,” tegas Usman.
Dalam kriteria penilaian mahasiswa yang masuk ma’had, Usman juga menjelaskan bahwa dalam proses penyeleksian calon mahasantri ini mereka hanya menekankan pada kelancaran membaca Al-Qur’an saja. Lewat hal ini, banyak mahasiswa baru yang gagal dalam proses penilaian ini. “Jadi dalam proses seleksinya cuman kelancaran baca aja. Belum makrajul huruf, tebal tipisnya huruf, kalau misalnya huruf alaq di mana. Kalau itu dijadikan kriteria, saya pastikan hampir 80% sampai 90% itu pasti ma’had–kalau kriterianya banyak,” jelas Usman.
Ia juga menyampaikan pesan untuk mahasiswa yang tidak terdaftar dalam daftar mahasiswa yang mengikuti ma’had tapi ingin mengikuti ma’had, ia menyarankan untuk daftar. Usman juga menegaskan bahwa mahasiswa yang wajib ma’had tetapi tidak dapat mengikuti program karena ada kepentingan yang bersifat mendesak, maka mahasiswa tersebut wajib memberitahu kepada pihak ma’had dan menjalankan program ma’had di rumah. Namun dalam hal ini, mahasiswa baru tersebut tetap harus mempertanggungjawabkan hal tersebut kepada pihak ma’had lewat tes hafalan-hafalan yang menjadi program ma’had itu.
Mengenai biaya mahad sendiri, mudhir juga menuturkan bahwa pihak mereka tidak ada berkecimpung perihal biaya masuk mahad itu. “Sesuai SK Rektor mereka membayar 625 ribu. Jika dihitung biaya per harinya sekitar 3000. Soal berapa-berapanya itu bukan hak kita, tetapi dari pihak pimpinan kita. Mungkin sudah dikoordinasikan juga. Kalau kita hanya pelaksana teknis sebab kita ini hanya UPT. Dan uangnya pun tidak masuk ke kita, tapi masuk ke negara. Jadi 625 itu jika dibandingkan dengan kampus lain, maka kampus kita dikategorikan murah,” tutup Usman.
Reporter : Deti Nuriska
Editor : Mei Hani Anjani