wartaiainpontianak.com – Devi Kurniasari sungguh tidak menyangka dirinya terpilih sebagai duta praben Kalimantan Barat. Gelar tersebut dinobatkan kepada dia saat malam puncak kegiatan pemilihan Duta Lanceng dan Praben Kalimantan Barat di Hotel Santika, Ahad 22 April 2018 lalu.
Mengenakan gaun merah muda, Devi sapaan akrabnya, terlihat memposana. Di ubun-ubunnya terpasang mahkota berwarna perak. Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah semester enam itu mengangkat piala atas keberhasilannya .
Wajah gembira bercampur suka cita tak dapat disembunyikan Devi ketika berdiri di atas panggung . Apalagi keberhasilannya itu disaksikan langsung oleh kedua orang tuanya yang turut hadir di tengah-tengah penonton.
Devi, mahasiswi IAIN Pontianak kelahiran Batu Ampar itu berhasil menyisihkan 23 peserta yang menjadi saingannya. Ia sukses mengharumkan nama Kabupaten Kayong Utara di antara kabupaten-kabupaten lain di Kalbar.
Lomba duta lanceng dan praben yang diikuti Devi adalah lomba yang bertujuan untuk meningkatkan kekreatifan pemuda dan pemudi Madura. Selain itu, dengan pemilihan duta itu diharapkan dapat memupuk kecintaan terhadap budaya suku Madura.
Lomba yang diadakan oleh Ikatan Lanceng dan Praben Kalbar itu dilaksanakan Jumat hingga Ahad, 19 -22 April 2018 bulan lalu. Lomba tersebut juga disuport penuh oleh Ikatan Keluarga Besar Madura.
Devi merasa bersyukur dan tidak menyangka bisa terpilih menjadi juara. “Saya rasa ini kehendak dari Tuhan kenapa saya bisa menjadi yang terbaik di antara peserta lain yang sangat luar biasa,” kata Devi saat menceritakan pengalamannya itu, Rabu 25 April 2018 di Sekretariat DEMA.
Devi mengatakan awalnya ia tidak terpikir untuk mengikuti lomba. Namun diakuinya, ada beberapa support dari teman-teman dan para senior yang menggiring dia menjadi peserta lomba. “Lalu ada keinginan dari hati saya sebagai pemudi Madura untuk menumbuhkan rasa cinta pada kebudayaan Madura ,” tutur Devi membuka ingatan.
Sebelum mendaftar, Devi awalnya mendapat informasi lomba tersebut dari media sosial yang diunggah temannya. Setelah ditelusuri Devi, ternyata temannya itu merupakan salah satu panitia lomba tersebut. Ia lantas mendaftarkan diri.
Setelah mendaftar, hal utama yang dipersiapkan oleh Devi adalah mental dan tantangan berpenampilan. “Saya kan tipikal cewek yang tomboy, jadi saya didorong untuk memperhatikan penampilan. Bagaimana menggunakan high heel yang tinggi,” tutur Devi Kurniasari.
Meski sempat minder dengan peserta lain, Devi pantang menyerah sebelum berusaha. “Peserta yang menjadi saingan saya pada mempunyai basic modeling dan memiliki paras yang cantik-cantik. Lah kok aku begini. Tapi aku terus berusaha membuang segala rasa minder itu dan aku ganti dengan usaha dan doa,” ucap Devi mengulang perasaannya saat mengikuti lomba.
Banyak aspek yang dinilai oleh tim panitia dan juri pada lomba tersebut. Selain penampilan, penyampaian program dalam orasi pun menjadi pertimbangan panitia. Saat itu Devi mendapat tema pariwisata. Ia menyampaikan tentang ikon Pontianak, dan Kayong Utara. Termasuklah di dalamnya ia berbicara tentang tugu khatulistiwa dan Sail Karimata dan pesona lokal lainnya. Tidak luput, ihwal melestarikan dan menjaga flora dan fauna pun turut Devi kampanyekan.
Setelah terpilih menjadi duta praben, dalam waktu dekat ini Devi ingin melestarikan budaya Madura di masyarakat khusunya bagi anak-anak dan pemuda. “ Insya Allah akan mengadakan kunjungan ke sebuah desa untuk bertemu anak-anak dan pemuda mengenai hal itu. Lalu kemudian juga akan kembali ke Kayong Utara untuk melaksanakan program yang sama,”kata Devi Kurniasari.
Keberhasilan Devi menyabet gelar Duta Praben tidak lepas dari dukungan dan doa orang tuanya sebagai figur pemberi motivasi untuk dia. “Meski Devi orangnya cenderung tertutup, tapi Devi sempat izin ke orang tua untuk mengikuti lomba ini. Alhamdulillah orang tua mendukung,” ucap Devi terharu.
Devi berpesan agar pemuda dan pemudi sebagai generasi Indonesia untuktidak pernah malu dalam berupaya. “Terkhusus bagi perempuan, tidak perlu minder dan merasa tidak mampu. ayo belajar selama kita bisa. Mari belajar dan ikut andil dari segala bidang,” harap Devi Kurniasari.
Devi bertekad ingin menghilangkan pandangan bahwa suku yang mengalir dalam darahnya kolot dan ketinggalan zaman. Selain itu, dia ingin menghilangkan stigma bahwa perempuan tidak perlu berpendidkan. “Prinsip bahwa wanita Atana, atenten, amasbnah,(memasak, make-up, melahirkan) ini harus dihilangkan dengan cara berprestasi,” kata Devi Kurniasari.
Reporter : Imam Maksum
Editor : Sulistyo