Penulis : Aris Mustofa
Apa jadinya jika kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak dijadikan ladang politik bagi mahasiswanya sendiri? Mendengarnya saja mungkin sangat geli bahkan telinga pun menolak serta otak juga enggan mencerna kata itu.
Kampus yang semestinya dijadikan tempat mencari pengalaman ilmu dan belajar mahasiswa tapi dijadikan menjadi sebuah ranah politik. Mungkin politik seharusnya dilakukan oleh seorang atau kelompok yang telah memiliki ranah dalam menjalankan tugasnya, seperti partai politik, pejabat pemerintah dan lain-lain.
Pada umumnya politik merupakan hal yang sangat bagus tetapi bisa menjadi sebuah kebusukan jika oknum tertentu salah dalam berpolitik. Politik yang sering kita kenal adalah sebuah keterkaitan dengan kekuasaan, jabatan, kepentingan kelompok dan pribadi tapi sebenarnya politik adalah hanya sebuah cara melaksanakan, cara melayani dan seiring berjalanya waktu demi waktu dari generasi ke generasi politik dibagi menjadi empat jenis yaitu politik teoritis, politik praktis, politik pragmatis, dan politik nilai atau juga dikenal dengan politik profetik.
Politik teoritis merupakan sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang pemerintahan dan tata negara. Kemudian politik praktis merupakan terapan atau aplikasi teori-teori politik dalam sebuah pemerintahan. Sedangkan politik pragmatis adalah politik yang didasari dan diorientasikan pada pemuasan kepentingan pribadi atau kelompok, atau bisa juga politik kekuasaan (M.Yunasri Ridho).
Sedangkan politik pragmatis adalah politik yang didasari dan diorientasikan pada pemuasan kepentingan pribadi atau kelompok, atau bisa juga politik kekuasaan (M.Yunasri Ridho).
Namun pada dasarnya hanya asumsi tentang politik tapi ada yang rela mati-matian yang tidak lain adalah mahasiswa IAIN Pontianak. Memang sebuah kampus yang beberapa oknum maupun kelompok mahasiswanya memiliki bahkan sudah tertanam dalam jiwanya tentang politik pragmatis, menjadikan kampus sebagai ranah kekuasaan dengan berbagai iming-iming yang akan dituju dan diinginkan. Mulai dari popularitas, menaikan nama kelompok-kelompok tertentu, menjatuhkan orang tertentu serta kelompok tertentu dan yang paling kejam adalah merebutkan posisi jabatan dan kekuasaan.
Walaupun ranahnya memang masih dapat terbilang sempit tetapi yang membuat semua itu busuk adalah salah penempatan diri dan cara berpolitiknya mulai dari menjatohkan nama martabat orang atau keompok lain untuk mencapai tujuan tertentu yang diincar.
Memang contoh kecilnya dengan politik pragmatis mereka menginginkan jabatan dengan hanya mengejar popularitas yang dicari bukan layaknya mahasiswa yang dengan embel-embel mempunyai jiwa sebagai agent of change dan menjadi iron stock, tentu bukanlah sebuah kebaikan yang didapatkan melainkan sebuah kebusukan yang didapatan jika berpolitik pragmatis.
Mahasiswa adalah sosok yang dikenal sebagai penerus bangsa yang memiliki semangat, jiwa yang berkobar-kobar dalam menegakan keadilan. Tak ayal jika mahasiswa ditakuti oleh oknum-oknum yang melakukan kesalahan, bukan karena anarkis atau apa melainkan keilmuan mahasiswa dalam akademis, penelitian dan riset serta kepekaan sosial.
Namun pada hari ini banyak mahasiswa yang mengincar popularitas untuk menjadikan dirinya sebagai tim sukses paslon legislatif dari berbagai partai, alhasil mahasiswa akan ditarik masuk sebagai anggota partai, tetapi jelas mahasiswa tersebut masih mengenyam pendidikan di IAIN Pontianak, dan belum lepas dari tanggung jawab instansi kampush. Hal ini yang menjadikan mahasiswa menjadi lemah dalam jiwa independenya, karena sudah berpihak kepada parpol yang diikutinya.
Semua berawal dari dalam kampus yang semula adalah dengan politik busuk yang dilakukan bukan dengan cara yang baik oleh mahasiswanya sendiri. Dan ditinjau dari beberapa mahasiswa memang sudah tergabung dalam partai politik, itu sama halnya kampus memiliki masalah besar yang harus diselesaikan karena sangat berdampak merugikan banyak pihak.
Sudah menjadi kewajiban bagi akademisi kampus untuk menjaga ketertiban kampus, terutama mahasiswanya yang harus terus diberi perhatian khusus agar tidak terjadi politik pragmatis ini. Serta sudah menjadi tugas kampus mengajarkan para mahasiswanya agar melek terhadap politik yang baik, dan menjadikan mahasiswa sadar akan politik agar tidak melenceng dari tinjauan yang sebenarnya.
Sudah semestinya kampus menjadikan kader-kader terbaiknya menjadikan kampus sebagai wadah yang memiliki jiwa bersih bukanlah sebaliknya yang mencetak para mahasiswa yang bisa menjadi juru bicara, pengawal pemerintahan dan menjadi mahasiswa yang peka serta beretika terhadap pesta politik.
Sebagai mahasiswa seharusnya menjadi juru bicara negara, bukan menjadi juru bicara partai politik maupun pemerintah.