www.wartaiainpontianak.com – Rabu, 28 september 2019 pukul 16.00, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak beserta Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Pengda Kalbar, Jurnalis perempuan Khatulistiwa dan pers mahasiswa melakukan Aksi Diam sebagai bukti nyata bahwa pers saat ini sudah di bungkam. Aksi ini bertempat di taman digulis. Jurnalis yang berjejer dengan diam di tempat selama 10 menit merupakan wujud menggambarkan bungkamnya kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers.
Dipenjaranya Dandhy Dwi Laksono yang terjerat pasal karet UU ITE karena postingan-postingan di akun twitter miliknya terkait Papua, membuktikan bahwa pers saat ini benar-benar di masa kritis nya.
“Kami merasa apa yang di alami oleh Dandhy ini adalah peristiwa yang ingin memundurkan kebebasan berekspresi di Indonesia, padahal kita tahu bahwa masyarakat Indonesia sudah bersepakat di era reformasi ini kita diberikan ruang berekspresi terutama dalam kerangka kemanusiaan,” ujar Dian Lestari selaku Ketua AJI.
Diketahui, Dandhy didatangi di rumahnya dan di bawa ke polisi dengan alasan pemeriksaan bukan sebagai saksi ataupun tersangka, setelah di dampingi oleh kuasa hukum, Dandhy di bebaskan dengan status tersangka.
Selain menyatakan untuk dibebaskannya Dandhy, pernyataan lainnya juga mengutuk tindakan kekerasan dan intimidasi yang di lakukan oleh pihak aparat kepolisian terhadap jurnalis yang meliput demonstrasi sejak 24 September 2019, “Setidaknya AJI mendata ada sepuluh jurnalis yang mengalami kekerasan oleh polisi ketika mereka meliput demonstrasi di Jakarta, Makassar dan Jayapura. Angka ini kemungkinan akan bertambah seiring meluasnya demo aksi di seluru Indonesia. Kami berharap kekerasan seperti ini tidak berlanjut dan pelaku kekerasan bisa di tindak karena jurnalis bukanlah tindakan kriminal, jurnalis menjalankan tugas mulia dan jurnalis menjalankan undang-undang pers,” ujar Dian.
Dalam pernyataan aksi diam hari ini juga menolak 10 pasal RKUHP yang berpotensi membungkam kemerdekaan pers Indonesia karena jika berlakunya KUHP ini, akan di pastikan bahwa kebebasan pers yang sudah di dapatkan sejak tahun 1999 dipukul mundur oleh pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan bersuara, kebebasan berekspresi dan aksi diam hari ini menjadi salah satu contoh jika pers benar-benar di bungkam.
“Kami merasa prihatin dengan adanya upaya-upaya membungkam kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers, jika memang banyak pihak yang menginginkan bungkamnya pers gambarannya adalah hari ini, saat pers tidak bersuara maka informasi-informasi serta fakta-fakta yang disampaikan kepada masyarakat pun akan sangat minim.” tutup Dian.
Reporter: Indah Chandika Anisyavira
Editor: Syarifah Desy