Rabu, November 13, 2024
BerandaWarta UtamaMahasiswi Bercadar, Salahkah?

Mahasiswi Bercadar, Salahkah?

wartaiainpontianak – Seiring bertambahnya jumlah mahasiswa baru  yang mendaftar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, jumlah mahasiswi berpakaian cadar meningkat pula. Khususnya di tahun ajaran 2017-2018 ini, jumlah mahasiswa pengguna cadar disadari naik begitu signifikan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yang jumlah penggunanya bisa dihitung dengan jari.

Dari tiga fakultas yang ada di IAIN Pontianak, masing-masing mempunyai mahasiswi yang memillih bercadar di lingkungan kampus. Hal ini dapat dilihat dari keikutsertaan mereka dalam proses perkuliahan dan non-perkuliahan. Dalam proses perkuliahan dapat dilihat dari keaktifan mengikuti mata kuliah sedangkan non perkuliahan dapat dilihat dari keaktifan organisasi internal kampus maupun eksternal.

Terkait penggunaan cadar, beberapa perguruan tinggi Islam di luar Kaliamantan Barat ternyata menjadikan fenomena ini sebagai hal yang kontroversi. Rektor UIN Walisongo misalnya menanggapi hal ini dengan mengeluarkan kebijakan tegas pelarangan mahasiswi bercadar di ruang lingkup instusinya. Kebijakan tersebut linear dengan apa yang diambil Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dede Rosyada. “Pernah kami lakukan tindakan tegas kepada dosen yang terindikasi gerakan-gerakan radikal,”katanya seperti yang dilansir dari laman IDEApers.com (9/10/2017)

Hal serupa tengah terjadi di lingkungan internal kampus IAIN Pontianak. Baru-baru ini Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Dr. Hj. Lailial Mutifah, M. Pd menegaskan kepada mahasiswanya (tarbiyah) yang bercadar untuk segera melepas cadarnya.

Cadar Tak Sesuai Kode Etik Guru

Kebijakan tersebut sontak menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat kampus. Sehingga timbul perdebatan dari kalangan mahasiswa sampai dosen sekalipun.

Menurut Lailial busana cadar tidak relevan dengan lima  kompetensi guru, salah satunya adalah kompetensi sosial. “Misalnya dosen pakai (cadar) kenal ndak siswa, terus jika siswanya menggunakan cadar, kenal ndak  gurunya. Karena profesi guru itu berbeda  dengan profesi-profesi yang lain,”terangnya, Selasa (7/11)

Senada dengan apa yang dikatakan Lailial, Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Dr. Syamsul Hidayat mengatakan memang secara akademik ada beberapa hambatan yang dihadapi mahasiswa yang menggunakan cadar. “Misalnya ketika harus melakukan pembelajaran sebagai mahasiswa terutama tarbiyah, yang menekankan ekspresi guru, bahwa menjadi guru itu secara bodylenguage itu harus mendukung proses pendidikan dan pembelajaran,”tuturnya saat diwawancarai, Selasa (7/11/2017).

Sebut saja ML (18) mahasiswa pemakai cadar semester tiga ini menepis anggapan-anggapan yang digunakan oleh pihak yang kontras dengannya. Menurutnya cadar bukanlah halangan untuk memberikan pembelajaran kepada siswa. “Saya mengikuti Pekan Bakti Mahasiswa (PBM) hari pertama sampai hari terakhir menggunaka cadar dan Alhamdulillah di situ masyarakatnya terbuka alhadulillahnya saya bisa memberikan pendidikan dengan baik, kan kita disuruh ngajar, Alhamdulillah murid muridnye paham apa segala macam , dan alhamdulillahnye orang-orang di kampong sana bisa nerima kita semua tergantung dengan skil kita dengan cara mendidik itu seperti apa,” katanya.

Peraturan Belum DiSK-kan Rektor

Peraturan tentang pelarangan cadar sampai saat ini belum tertulis di SK Rektor. Di samping itu, dalam buku Kode Etik dan Tata Tertib Mahasiswa IAIN Pontianak pun tidak ditemukan item yang menyebutkan bahwa busana cadar dilarang.

Ikhsan Iqbal selaku Dekan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam (FSEI) mengatakan peraturan pelarangan bercadar belum pernah ia temui. “Kalo ada ya kita lihat dan kita bahas, ya kan. Selama ini kan mahasiswa hanya dilarang memakai celana ketat dan yang lain, tapi untuk yang bercadar sampai saat ini belum ada aturan mainnya. Kalo aturan mainnya sudah ada maka akan kita laksanakan , kalau tidak ada, apa yang kita laksanakan,”jelasnya, saat ditemui di Rektorat, Jum’at (3/11/2017).

Kebijakan yang diambil Lailial ini mengacu pada penyampaian Rektor IAIN Pontianak, Hamka Siregar dalam acara wisuda bulan Oktober lalu (10/10/2017). Lailial mengatakan  ketika memberikan sambutan pengarahan wisuda Rektor menyampaikan bahwa menteri melarang cadar ada di kampus.

Lailial menambahkan, untuk IAIN kebijakan resmi dari rektor tentang kebijakan yang menuliskan cadar dari warek tiga belum ada, tapi secara umum sudah ada. “Tapi yang inklud di dalamnya bahwa itu mengarah ke cadar, iya,”imbuhnya.

“Sementara kami Fakultas Tarbiyah itu adalah pelaksana dari pada rektor, rektor pelaksana dari kebijakan  menteri. Jadi kami itu hanya pelaksana,  jadi leading rektor IAIN itu adalah fakultas. Apa kata Rektor , kami tinggal menjalankannya,”tegasnya.

Sementara itu, hal yang sama disampaikan Syamsul Hidayat. Ia mengatakan secara lembaga etika mahasiswa yang diSK-kan oleh Rektor itu memang tidak terdapat  kategori cadar dalam item yang diberitahukan harus dipakai atau justru dilarang. “Yang ada hanya aturan tentang pelarangan menggunakan celana jeans , dan memakai pakaian yang ketat dan lain-lain,”katanya.

Mahasiswa Bercadar Diberi Dua Pilihan

Pelarangan cadar disampaikan oleh beberapa dosen di FTIK. ML(18) mengaku ditegur langsung oleh dosen ketika jam perkuliahan. “Dosen tersebut mengatakan, gini ya mba As (panggilan ML ) kamu lebih baik tau sekarang dari pada tahunya nanti, takutnya kamu shok jadi nanti ketika magang itu ndak boleh pakai cadar,”kenangnya, Rabu (8/11/2017).

Sedangkan TA mahasiswi bercadar semester tiga mengaku mendapat panggilan dari Kepala Jurusan (Kajur) yang menyinggung dirinya dengan mengatakan bahwasanya seorang guru tidak boleh menggunakan cadar. “Kalo wajah kalian tertutup bagaimana kalian mau mengekspresikan wajah kalian ke anak SD, kalian calon guru,” kata TA menirukan teguran yang ditujukan kepadanya, Sabtu (11/11).

Mengenai hal ini, Lailial  berkomitmen sesuai dengan apa yang disampaikan Rektor bahwa Ia tetap akan  memberikan dua pilihan kepada mahasiswi bercadar apakah mau tetap kuliah atau keluar. “Sebab itu bertentangan dengan profesi guru dari aspek sosial. Udah jelas, gimana saya mau lebih li taarafu, kalo saya gak kenal, wajahnya saja saya tak kenal,” tegasnya.

Sama kaitannya dengan apa yang disampaikan Syamsul Hidayat, Dekan FUAD itu mengatakan seandainya ini dilarang maka fakultas dan Istitut berwenang untuk mengatur siapapun yang kuliah dengan aturan yang diterapkan oleh instusi. “Sehingga mahasiswa atau calon mahsiswa diberikan  kebebasan kalo memang nanti ada aturan yang melarang, kalo memang meraka  tidak berkenan atau masih ngotot pakaiannya maka berbenturan dengan aturan kampus, maka mereka harus memilih apakah masih mau kuliah disini atau memang tetap konsisten dengan  keyakinannya , kalo dia konsisten dengan keyakinannya tentu IAIN tidak memaksa dia untuk kuliah di sini,”terangnya.

Teguran yang Kurang Mengenakkan

ML menceritakan saat Ia dan teman-teman ditegur bahkan mendapat omongan yang kurang mengenakkan dari sebagian oknum. “Saat itu semester dua, saya bersama teman ke Rektorat. Di lantai satu tiba-tiba kami ditegur seorang dosen. Saya lupa name dosennya. Lalu ia bertanya kepada kami. Ngapain tu pakai gitu? Dari kampus mana tu?, Tanya nya. Saya dan teman saya sontak terkejut. Kami hanya diam karena kata-katanya itu. Lalu ketika ia bertanya dari fakultas dan jurusan apa kami, kami pun menjawab. Jawaban itu lantas menimbulkan tanggapan baru. Ngapain kaya gitu tu kalau masih mau kaya gitu tu itu mencoreng nama IAIN,  kalau masih mau pakai pakaian kaya gitu tu keluar dari IAIN,”kenang ML, dengan mata yang tampak memerah.

Tidak hanya ML, kecaman serupa juga dirasakan oleh TA. Awalnya Ia dipanggil oleh Ketua Jurusan mengenai masalah cadar ini. Saat itu ia diberi tahu bahwa seorang guru itu harus memiliki mimik wajah. “ Bagaimana kalian ingin mengekspresikan wajah kalian jika saja paras kalian tertutup,”kata TA menirukan omongan saat ia dipanggil.

Ketika awal kuliah TA mengaku belum mengenakan busana cadar. Namun ia mengatakan setelah beberapa pertemuan kuliah baru ia mulai memakai cadar. “Awalnya pun saya bertanya dulu kepada salah seorang dosen apakah boleh saya menggunakan cadar. Dan ternyata dosen tersebut bilang silahkan, tidak masalah,”terangnya (11/11).

Selain Aas dan TA, beberapa  mahasiswi yang menggunakan cadar juga mendapat teguran yang sama. ML menyebutkan beberapa orang dari teman-teman tersebut memilih untuk keluar dari kampus dengan tetap mengenakan cadar, namun ada sebagian yang tetap kuliah dengan merelakan cadarnya dilepas. “Teman-teman tidak tahan terhadap omongan yang kurang mengenakkan kepada mereka, itu yang membuat mereka down sehingga memilih untuk keluar dan terpaksa melepas,” sesalnya.

 

Tarbiyah Akan Adakan Dialog

Agar masalah ini tidak berujung salah faham, H Ma’ruf H Zahran, M.Ag menyampaikan bahwa sebaiknya harus mendialogkan hal ini secara terbuka dan ilmiyah. ”Jadi jangan perang media sosial. Dampaknya tentu tidak sehat. Dampaknya merugikan dua belah pihak baik masyarakat itu sendiri sebagai pengguna, dan stakeholder dari lembaga. Karena ini berdampak banyak hal diantaranya yang berposisi di Islam itu sendiri, jadi perlu dialoglah,” sarannya.

Terkait dialog yang akan mempertemukan mahasiswa bercadar dengan Dekan FTIK beserta jajaran, ML menanggapi bahwa rencana tersebut sangatlah bagus. “Kesempatan itu saya rase bise menjadi peluang bagi kite untuk menyampaikan hak kami,” tuturnya penuh harap.

Ma’ruf Menyebutkan di Fakultas Tarbiyah ada terdapat belasan mahasiswi yang mengenakan cadar. “Setiap jurusan ada yang memakai cadar. Jurusan Pendidikan Agama Islam  sekitar 7 sampai 9 orang, di PGMI ada dua orang , PIAUD satu orang, dan PBA dua orang,”sebutnya.

Maka forum ini akan dibuka kepada seluruh mahasiswa, bahwa pemahaman ini ada untuk segmen  Indonesia, lebih tepatnya segmen di FTIK  yang akan menjadi calon guru.. Untuk hal ini kita menunggu dulu dari SK rektor, dan SK itu diolah dalam rapat Senat sebagai lembaga tertinggi di Institut.

“Kalo kita melakukan forum sementara belum ada aturannya, kan bisa jadi ilegal. Kita beranjak semuanya dari aturan dari regulasi yang diambil secara mufakat,” katanya.

Reporter : Imam Maksum dan Uus Mustofa

Redaksi WARTA
Redaksi WARTAhttp://www.wartaiainpontianak.com
wartaiainpontianak.com merupakan media daring (online) yang dikelola oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM ) WARTA, yang merupakan salah satu bentuk Unit Kegiatan Mahasiswa di lingkungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak. Alamat redaksi wartaiainpontianak.com berada di Jalan Letnan Jenderal Soeprapto No. 19, Kelurahan Benua Melayu Darat, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat atau komplek kampus IAIN Pontianak Gedung Sport Center Bagian Barat. Iklan dan redaksi E-mail: lpmwarta1@gmail.com
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments