Selasa, Oktober 8, 2024
BerandaBeritaPejabat Kampus Tak Hadir Forum Diskusi, Mahasiswa Kecewa Tak Dapat Kejelasan

Pejabat Kampus Tak Hadir Forum Diskusi, Mahasiswa Kecewa Tak Dapat Kejelasan

Sumber Foto : Jurnalis LPM Warta

 

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) WARTA Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak membuka forum diskusi terkait mukim Ma’had dengan tema “Dialog Terbuka: Suara Mahasiswa dan Kebijakan Kampus” yang berlangsung di Gazebo IAIN Pontianak, Selasa (01/10/2024).

Acara tersebut turut mengundang pejabat kampus, termasuk Rektor, Wakil Rektor, Dekan, Mudir Ma’had, dan aparat kampus lainnya. Seluruh organisasi mahasiswa kampus (Ormawa) serta seluruh mahasiswa IAIN Pontianak juga diundang dengan harapan dapat mendorong terciptanya kebijakan yang lebih inklusif dan berimbang di lingkungan kampus IAIN Pontianak. Namun, yang hadir dalam audiensi tersebut hanya perwakilan Mudir, Ormawa, dan mahasiswa.

Khoirudin Ali, selaku pengurus Ma’had, mengatakan bahwa ia tidak dapat memberikan penjelasan terkait kebijakan Ma’had karena mereka hanya pelaksana teknis, dan yang dapat menyampaikan hal tersebut hanyalah pimpinan.

“Kami hanya pelaksana teknis, sedangkan yang diundang justru tidak hadir, jadi kami tidak bisa menyampaikan persoalan ini. Satu-satunya yang kami lakukan adalah konsisten hadir, jadi kami tidak mau menyampaikan hal yang setengah-setengah. Karena sebagai bawahan, kami mengikuti atasan. Kami adalah UPT (Unit Pelaksana Teknis).” Ujar Ali.

Khoirudin Ali menjelaskan bahwa rentetan program Ma’had sesuai dengan SK Kemenag (Kementerian Agama) Tahun 2014, di mana seluruh mahasiswa baru di bawah naungan PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri) wajib mengikuti program Ma’had.

“Kalau rentetannya sesuai dengan SK Kemenag Tahun 2014, seluruh mahasiswa baru di bawah naungan PTKIN wajib mengikuti program Ma’had dengan tiga cara: 1) sistem kegiatan penuh pesantren selama satu tahun, 2) semi-pesantren dengan menjalin kemitraan dengan pesantren, dan 3) bisa keduanya.” Jelas Ali.

Khoirudin Ali juga mengungkapkan alasan munculnya peraturan baru, yang disebabkan oleh adanya pelanggaran.

“Ingat, kenapa ada peraturan? Karena pasti ada pelanggaran. Ma’had Al-Jamiah sudah menjalankan program dengan pelaksanaan teknis tahap pertama, yaitu pesantren penuh selama satu tahun. Kenapa menggunakan zona? Karena menyesuaikan kapasitas yang ada di Ma’had. Meski zona kuning dan hijau tidak wajib mukim, mereka tetap wajib mengikuti program Ma’had.” Ungkap Ali,

Mahasiswa baru merasa kebingungan karena pertanyaan dan keluhan mereka tidak terjawab akibat absennya pihak pimpinan yang seharusnya merespons aspirasi mahasiswa.

“Pak, masalahnya kan Bapak menyampaikan bahwa Bapak hanya tim pelaksana, lalu aspirasi kami harus disampaikan ke mana? Tidak mungkin kami langsung menyampaikan ke Rektor, sedangkan Wakil Rektor saja tidak hadir.” Ungkap Mahasiswa di Dalam Forum Diskusi.

Tanggapan yang diberikan oleh Khoirudin Ali adalah bahwa mahasiswa dapat mengundurkan diri jika tidak ingin mengikuti program Ma’had sesuai dengan edaran Dekan Fakultas.

“Kesimpulannya adalah sesuai edaran Dekan Fakultas, kalau tidak mau mengikuti program Ma’had, silakan mengundurkan diri. Itu sudah terbaru dan final. Apalagi yang mau didiskusikan kalau terus dipermasalahkan? Jika ingin menolak, silakan mengundurkan diri sesuai surat edaran semua Dekan Fakultas.” Jelas Ali.

Ustad Nanang, selaku pengurus Ma’had, menjelaskan terkait zonasi kebijakan Ma’had.

“Terkait zonasi, ada historinya. Ini kebijakan dari Direktur Kementerian Agama yang mewajibkan seluruh PTKIN mengikuti Ma’had. Pada tahun 2021, terbitlah keputusan Rektor IAIN Pontianak untuk menerapkan Ma’had. Kemudian, keputusan ini kami kaji lagi berdasarkan kebutuhan dan kapasitas lembaga. Ternyata kapasitas Ma’had tidak cukup untuk menampung 2000 atau 1700 mahasiswa pada saat itu, maka dibuatlah regulasi zonasi yang disebut dengan merah, kuning, dan hijau. Kenapa yang diprioritaskan zona merah? Karena mereka tidak bisa mengaji. Setelah dikaji lagi, ternyata mahasiswa di zona kuning dan hijau juga belum memenuhi kebutuhan agama. Ngajinya lancar, tetapi dalam hal taklim, aqidah, ahfar, fiqih, dan pengabdian kepada masyarakat masih kurang. Ketika kalian ke kampung dan diminta untuk tahlilan, kalian menolak karena tidak bisa. Maka dari itu, Rektor mengadakan Ma’had dengan tujuan tersebut.” Ungkap Nanang.

Salah satu mahasiswa baru merasa kecewa karena tidak adanya perubahan kebijakan Ma’had.

“Perasaan saya sama, baik sebelum maupun sesudah kegiatan ini. Saya tetap merasa kecewa karena tidak ada perubahan kebijakan yang sudah ada.”

Meski forum diskusi ini diharapkan mampu menjembatani aspirasi mahasiswa dengan kebijakan kampus, absennya pihak pimpinan yang seharusnya menjawab keluhan dan pertanyaan mahasiswa menyebabkan ketidakpuasan di kalangan peserta. Mahasiswa berharap akan ada forum lanjutan dengan kehadiran seluruh pihak terkait, agar suara mereka benar-benar didengar dan diperhatikan dalam pengambilan kebijakan kampus, khususnya terkait program Ma’had yang dinilai masih menyisakan berbagai persoalan.

 

Penulis : Fatim

Penyunting : Tim Redaksi

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments