Pers mahasiswa kembali mengalami intervensi. Kali ini, intervensi tersebut dialami oleh pers mahasiswa Suara USU dari kampus Universitas Sumatra Utara, Medan. Di awali dari cerpen berjudul Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku Di Dekatnya yang ditulis oleh Ketua Umum Suara USU yakni Yael Stefani dan singgah pada 123 Maret 2019. Tulisan tersebut kemudian dituding sebagai tulisan yang menampilkan unsur pornografi, dan dianggap tidak bermoral. Tulisan cerpen tersebut juga dituding oleh rektor USU telah melanggar visi-misi dan nilai-nilai USU. Selain itu, pers mahasiswa Suara USU juga mendapat tudingan tidak berdasar bahwa mereka organisasi yang pro terhadap LGBT.
Intervensi dengan disuspensinya situs suarausu.co milik Pers Mahasiswa Suara USU terjadi pada 20 Maret 2019. Rektor USU, Runtung Sitepu, merupakan dalang dari tindakan tersebut. Runtung saat itu meminta pembuat website Sanger Production untuk men-suspend situs web suarausu.co. Meskipun pada 23 Maret 2019 akhirnya situs web tersebut dapat diakses kembali, Runtung kemudian mengancam akan mencabut SK UKM Suara USU. Intervensi lainnya adalah ditutupnya akses liputan wartawan Suara USU ke rektorat. Dilansir dari persma.org, salah satu reporter Suara USU yakni Pieter, ingin mewawancarai Yasin Ginting, Kepala Biro Akademik USU pada 21 Maret 2019. Yasin Ginting menolak diwawancarai karena menganggap Suara USU sudah ditangguhkan.
Puncaknya, pada 25 Maret 2019, Runtung memanggil seluruh anggota untuk melakukan pertemuan, dan mempermasalahkan cerpen yang dianggap mengandung unsur LGBT dan pornografi. Lewat SK Rektor No. 1319/UNS.1.R/SK/KMS 2019, sebanyak 18 anggota yang merupakan pengurus dari LPM Suara USU tersebut diberhentikan sepihak. Pemberhentian tersebut disusul rencana akan digantinya 18 anggota tersebut dengan anggota baru yang disinyalir merupakan mahasiswa-mahasiswa suruhan rektor.
Keputusan sepihak itu diambil begitu saja oleh Runtung karena 18 kawan-kawan Suara USU tetap bersikukuh untuk mempertahankan karya mereka (red:cerpen) untuk tidak dicabut dari website suarausu.co dan lebih memilih jalur bermartabat untuk coba membedahnya dalam agenda diskusi publik yang mereka selenggarakan. Diskusi publik tersebut diadakan dengan harapan membuka ruang berpikir dan berpendapat, serta sebagai langkah mempertahankan kebebasan mimbar akademik di kampus USU. Alih-alih berjalan dengan lancar, diskusi publik tersebut justru mengalami intimidasi dan pembubaran.
Tindakannya otoriter semacam itu, tentunya telah mencederai demokratisasi kampus yang sering digaungkan. Tindakan Runtung tersebut merupakan preseden buruk bagi demokrasi, yakni kemunduran demokrasi. Semakin parah dan buruk, hal itu terjadi di kampus yang harusnya memiliki iklim intelektual.
Seharusnya kampus merupakan mimbar demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dengan mendorong forum diskusi dalam menyelesaikan pelbagai permasalahan. Terutama masalah yang ada pada mahasiswa. Bukan bertindak otoriter dan represif. Runtung juga sudah menyalahi jaminan kebebasan berekspresi, berorganisasi, dan menyampaikan pendapat yang diatur secara konstitusional dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) dan UU No. 12 Tahun 2005.
Dilansir dari persma.org, Runtung juga menyalahi beberapa peraturan yang tercantum dalam peraturan yang ditetapkan USU sendiri, yaitu:
1. Keputusan Rektor USU no. 1177/H5.1.R/SK/KMS/2008 tentang Pedoman Perilaku Mahasiswa Universitas Sumatera Utara BAB IV Penegakan Pedoman Perilaku Pasal 14 ayat 4 poin (c) Setiap mahasiswa diperlakukan sama tanpa diskriminasi dalam proses pemeriksaan pelanggaran Pedoman Perilaku. Serta poin (d) Mahasiswa memiliki hak untuk melakukan pembelaan pada setiap proses pemeriksaan.
2. Peraturan Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor 03 Tahun 2017 Tentang Peraturan Akademik Program Sarjana Universitas Sumatera Utara pasal 57 ayat 1 poin (a) tentang Hak Mahasiswa yaitu, “Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya”.
Adapun persoalan tudingan Pers Mahasiswa Suara USU yang telah memposting karya cerpen yang dinilai pro LGBT, tidak bermoral, dan menyalahi nilai-nilai USU, kami menilai karya tersebut merupakan bagian dari cara pers mahasiswa menyuarakan kegelisahan dan kritiknya dalam melihat fenomena diskriminasi terhadap kawan-kawan LGBT. Tidak ada hubungannya dengan sikap pro atau kontra terhadap paham atau ajaran manapun. Hal itu dikarenakan pers mahasiswa selalu memegang prinsip open minded akan semua pengetahuan, wacana, dan diskursus apapun untuk dipelajari, didiskusikan, bahkan dijelajahi secara luas dan mendalam. Pers mahasiswa menentang semua bentuk pembatasan dan pengekangan dalam melakukan pembelajaran terhadap wacana apapun.
Perlu diketahui bersama, bahwa benteng terakhir dari tegaknya kebebasan mimbar akademik dan perjuangan demokratisasi kampus adalah PERS MAHASISWA. Maka, pelarangan cerpen kawan Yael Stefani oleh Runtung kami anggap sebagai bentuk konkret dari intervensi, tindak represi birokrasi kampus terhadap mahasiswanya dalam menyuarakan kritik. Lebih lagi, rektor USU telah melakukan tindakan sepihak dalam memberhentikan 18 kawan-kawan anggota Suara USU. Hal ini tidak bisa dibiarkan berkepanjangan.
Tindakan Runtung tersebut kembali memperpanjang deretan kasus intervensi dan pemberedelan karya terhadap pegiat pers mahasiswa. Setelah baru-baru ini pers mahasiswa Balairung UGM mengalami kriminalisasi kepada dua anggotanya, kini 18 anggota Suara USU yang diberhentikan secara sepihak oleh pihak rektorat lantaran hanya membuat karya sastra yang bertema LGBT. Padahal Kebebasan dalam menyuarakan kritisisme mahasiswa tidak dapat dibatasi.
Atas pembacaan situasi diatas, #KamiBersamaSuaraUSU Pontianak, dengan tegas menyatakan sikap sekaligus menuntut kepada Runtung Sitepu beserta jajarannya birokrasi Universitas Sumatera Utara:
1. Mencabut SK Rektor No. 1319/UNS.1.R/SK/KMS 2019 yang berisi SK pemberhentian
18 anggota LPM Suara USU.
2. Berikan dan menjamin ruang kebebasan mahasiswa.
3. Menolak intervensi kampus ke dalam ruang redaksi.
4. Mendorong payung hukum untuk Pers Mahasiswa.
Pontianak, 1 April 2019
Solidaritas Kebebasan Berekspresi
#kamibersamaSuaraUSU
#persmabebasberekspresi
#SolidaritasKebebasanBerekspresi
#Freedom_of_Expression
Narahubung:
08859-7519-6778 (Umi Tartilawati)
Kami yang terlibat:
1. LPM Mimbar Untan
2. LPM Warta IAIN
3. LPM Qalam Madani Muhammadiyah
4. AJI Pontianak
5. Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK)
6. Hoax Crisis Center (HCC)
7. Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Pontianak
8. Perpus Jalanan Pontianak
9. Sintang Membaca