Karya : Urai Zahwa
Perkenalkan, dia adalah ayahku, cinta pertama untukku. Ayah, panggilan untuk pemilik bahu terlapang, tulang punggung & pelindung terkokoh. Meski ayah tak pandai bicara cinta pun paling mahir menyembunyikan kesedihannya. Namun di setiap sujud, ayah tak pernah alpa menyebutku di dalam doa. Ayah jarang mengekspresikan cintanya seperti halnya ibu. Pelukan hangat bahkan ciuman pun jarang ia berikan. Karena aku tahu bahwa ayah ingin selalu kuat dan tak ingin terlihat cengeng di mata anak anaknya. Padahal hatinya begitu sangat ingin berteriak.
Aku sayang ayah, yang tadinya ayah masih bisa menyaksikan putri kecilnya tumbuh berkembang. Dan yang merawatku tanpa pamrih selain ibu. Yang selalu terlihat kuat dan semangat hanya untuk membiayai kebutuhan dan memberikan pendidikan terbaik untuk anak anaknya.
Kini, semuanya menjadi kenangan. Antara aku, kami & ayah. Semua cerita indahku berlalu bersamaan dengan kepergian ayah meninggalkan kami semua tepat enam tahun yang lalu. Ayah kenapa kau begitu cepat meninggalkanku? Ayah pernah berjanji untuk bangkit dan segera kembali menemaniku di hari esok.
Ayah, terkadang rasa rinduku datang dan ingin menceritakan semua perjalanan yang kulalui tanpa ayah. Aku hanya bisa berbicara di dalam doa agar aku bisa bertemu denganmu walau hanya dalam mimpi. Meski di saat aku terbangun isak tangis tak mampu kubendung. Aku merasa rinduku terbayarkan setelahnya. Tapi aku percaya bahwa kita hidup harus siap untuk dua pilihan, meninggalkan atau bahkan ditinggalkan. Maaf, Ayah, aku belum bisa membalas kebaikanmu dan maaf jika pernah membuat Ayah marah bahkan kecewa. Terima kasih ayah untuk semuanya walau kita sudah berpisah tapi doaku kan selalu ada.