wartaiainpontianak.com – Teduh dan sejuk wajah Khansa yang kerap disapa akrab sebagai Shasa. Suara halus dan tegas membuat karismatik Shasa semakin melejit dikalangan pemuda Pontianak berbakat dalam prestasi berdakwah. Berkulit putih, berhidung mungil dan memiliki bibir yang tipis membuat mata tak pernah redam menyebutkan “Masya Allah” dalam hati setiap tatap mata yang melihatnya. Bertubuh mungil dengan tinggi yang tak semampai membuat Shasa tampak awet muda. Gadis ini kelahiran Mempawah pada 03 November 1997 yang merupakan anak pertama dari lima bersaudara ini menambah pesona kemandirian dalam diri Shasa. Saat di wawancarai pada 23 April 2020 lalu, suara Shasa terdengar serak karena kondisi Shasa yang tidak terlalu baik. Namun pada proses wawancara, tetap berlangsung karena Shasa menerima dengan baik.
“Maaf ye suare kakak serak, biasalah cuaca ndak bagus,” jelas Shasa.
Rekam jejak pendidikan Shasa pada saat Sekolah Dasar cenderung tidak tetap namun sekolah terakhir yang meluluskan Shasa itu di SDN 10 Mempawah. Shasa termasuk anak yang pintar karena selalu mendapatkan peringkat 1-4 dan pada ujian akhir termasuk dalam 3 besar. Kemudian SMP-SMA di pondok pesantren Al-Mukhlisin di Mempawah. Saat di jenjang menengah atas, Shasa mendapat peringkat pertama saat ujian terakhir se-pondok pesantren Al-Mukhlisin.
Saat ini Shasa masih berkuliah di IAIN Pontianak angkatan 2016 Program Studi Kominikasi Penyiaran Islam dengan konsentrasi Broadcasting. Shasa dikenal saat mengikuti Aksi Indosiar pada tahun 2016 hingga pada 8 besar. Saat itu, usia Shasa masih 17 menuju 18 tahun tepat pada Shasa memasuki semester 2. Bakat ceramah ini tidak disadari oleh Shasa namun disadari sedari Shasa kelas 2 SMP yaitu lomba ceramah antar kamar. Namun penghargaan pertama yang di dapatkan oleh Shasa yaitu lomba Syahril quran di pondok pesantren Al-Mukhlisin. Selain ceramah, beberapa kegiatan yang ditekuni Shasa adalah membuat puisi.
Ayah Shasa sebagai kontraktor dan ibunya sebagai guru Mts Al-Fathanah, memang tidak menunjukkan faktor keturunan bakat ceramah Shasa ini. Tetapi sedari Shasa masih kecil, ayah Shasa selalu mengajak Shasa untuk mendengarkan atau menonton ceramah dari beberapa ustad yang salah satunya Zainudin MZ, Habib Rizieq dan beberapa Ustad lainnya. Jadi, saat masih kecil pun Shasa telah mendengarkan retorika ceramah itu seperti apa dan bagaimana. Ayahnya mengajak Shasa menonton dan mendengarkan karena memang ayah Shasa gemar dengan beberapa ustad seperti Zainudin MZ dan lainnya.
“Memang suka nonton ceramah, jadi udah terbiasa dengan cara berceramah beberapa Ustad,” kata Shasa.
Awal mula Shasa ikut aksi di Indosiar karena memang tau dari televisi dan Shasa langsung mencari tau sendiri dengan kontak yang bersangkutan tentang acara ini. Dari selain banyak peserta, hanya Shasa yang terpilih. Prosedur terpilihnya ini tidak berdasarkan provinsi melainkan berdasarkan peringkat, misalnya di Kalimantan Barat ada 10 orang yang masuk peringkat 30 besar maka semuanya berhak untuk ikut aksi. Setelah pengumuman terpilih, maka berkumpul lah semua peserta di Jakarta. Shasa pun terus perjuangan dari 32 besar hingga 8 besar. Setelah keluarnya Shasa dari panggung aksi, maka tawaran ceramah sudah mulai diterima Shasa. Namun tidak semua tawaran diambil oleh Shasa karena memang waktu itu usia Shasa masih terlalu muda. Jadi, untuk memberikan ceramah kepada orang banyak tentunya Shasa akan menyesuaikan dengan siapa yang akan mendengarkan dakwah Shasa. Jika pesertanya dihadiri oleh beberapa orang yang lebih dewasa, maka Shasa tidak mengambilnya.
“Saya sendiri mau jamaah nya yang sepantaran atau lebih muda dari saya karena tidak mungkin saya menyeramahi orang besar yang usia lebih tua dari saya,” ucap Shasa.
Shasa tidak merasa berat mendapat gelar pencerah muda karena sebelum dikenal sebagai penceramah pun memang beban yang dipikul manusia harusnya berat. Mulai dari pakaian, tutur kata, tingkah laku juga harus dipegang mau dibawa kemana diri kita akan dilabuhkan. Setiap apa yang manusia gunakan di tubuhnya tentu akan menjadi tolak ukur bagaimana diri kita membawa prespektif orang tentang penilaian untuk diri kita sendiri. Menjadi pendakwah sebenarnya tidak berat karena setiap manusia memang seharusnya saling berdakwah kepada sesama mulsim. Berdakwah tidak seharusnya di atas mimbar. Berdakwah bisa dengan pakaian, tutur kata dan perbuatan. Sebagai penceramah perempuan, Shasa menganggap bahwa perempuan saat ini sudah merdeka karena telah mampu melakukan beberapa kegiatan yang dilakukan lelaki.
“Perempuan memiliki ciri khas dalam berceramah yaitu dengan ketegasan dan kelembutannya. Kelembutan bukan hal-hal yang gemulai tetapi segi bahasa yang baik sehingga bisa dicerna oleh sesama perempuan,” tambahnya.
Terakhir, Shasa mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat Kalimantan Barat yang terutama masyarakat di Mempawah. Mohon dukungannya untuk penampilan kedua Shasa dipanggung aksi indosiar dengan cara yang berbeda yaitu #dirumahaja. Penampilannya dengan live dirumah masing-masing. Dukungan sms dan tambahan vote di aplikasi Vidio.com secara gratis. Format sms ini adalah Aksi(spasi) Shasa kirim ke 97288. Satu nomor ini boleh mengirim sms sebanyak-banyaknya. Untuk vote vidio.com ini download dulu di playstore, kemudian login dan sudah login maka tekan beranda kemudian ada pilihan nama dan foto. Setelah ditemukan, maka klik saja nama dan fotonya. Maka vote ini telah masuk dalam bentuk dukungan. Shasa mengucapkan terimakasih pada teman-teman di IAIN Pontianak terutama kepada teman-teman seangkatan Shasa.
“Semoga ini bisa menjadi inspirasi buat teman-teman yang lain dan menjadi pembelajaran bersama untuk kita semua.” tutup Shasa.
Penulis : Feby Kartikasari
Editor: Syarifah Desy