wartaiainpontianak.com — Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sekolah Alam Terpadu Cerlang mementaskan sebuah drama yang bertajuk “Toleransi Anak Cerlang” pada Minggu (26/9/2021) sore, di Gaia Mall, Kubu Raya. Skenario drama “Toleransi Anak Cerlang” tersebut hebatnya, merupakan skenario yang sepenuhnya dibuat oleh anak-anak kelas 3 dan 4 SD Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sekolah Alam Terpadu Cerlang yang terletak di Jalan Johar nomor 82 Pontianak.
Proses pementasan drama ini menerapkan pendidikan yang berpusat pada anak, bukan berpusat pada guru. Anak-anak Cerlang menggali ide dan merealisasikan ide tersebut. Selama dua pekan, anak-anak berdiskusi untuk membuat cerita, menulis dan mengedit skenario, menghafalkan dialog, berakting, memilih dan membuat properti drama, hingga memilih lagu yang sesuai pesan keberagaman dalam drama ini. Ketika fasilitator menyampaikan info tentang kesempatan manggung, anak-anak SD Cerlang berseru kegirangan. Sebelumnya sejak pandemi, mereka sama sekali tak punya kesempatan manggung di area publik. Padahal, biasanya di sepanjang tahun mereka sering tampil di berbagai acara internal maupun eksternal sekolah.
Anak-anak sahut menyahut mengutarakan ide tentang drama yang akan ditampilkan. Dari sekian banyak ide, akhirnya disepakatilah tema “Toleransi Anak Cerlang”. Drama ini bercerita tentang keberagaman di Sekolah Cerlang. “Supaya orang-orang tahu kalo di Cerlang itu kita bermacam-macam. Ceritanya kayak kita biasanya berkunjung di hari raya ke rumah teman,” kata seorang anak. Pengalaman saling berkunjung ke rumah teman yang sedang memperingati hari raya keagamaan, menjadi sumber ide bagi anak-anak Cerlang. Bersama-sama datang, makan, minum, dan mengucapkan selamat hari raya kepada temannya yang berbeda agama, merupakan bagian dari adegan dalam drama tersebut.
Setelah menentukan ide, Kea, Maisya, Nathan bersepakat masing-masing menulis skenario. Nantinya tiga babak tersebut akan digabungkan. Sedangkan satu anak lainnya, Wildan, bertugas mengedit naskah skenario. Sebelum menuliskan cerita, anak-anak mendata terlebih dahulu berapa orang siswa SD yang akan memainkan peran. Ternyata ada 10 anak SD kelas 1 hingga kelas 4. Jalannya cerita dan karakter tokoh mereka buat sesuai latar belakang masing-masing pemeran. Misalnya Nathan yang merayakan Imlek, menuliskan babak cerita tentang teman-temannya yang berkunjung ke rumahnya.
Dalam proses menyatukan tiga babak drama, anak-anak belajar bagaimana mengkolaborasikan karya mereka. Penambahan adegan sebagai peralihan per babak, menjadi pilihan mereka. Akhirnya ketiga babak tersebut menjadi satu kesatuan. Selanjutnya Wildan yang berperan sebagai editor, mengecek dan memperbaiki penulisan naskah. Didapati beberapa kekeliruan penulisan seperti tanda baca dan nama tokoh.
Tahap berikutnya adalah latihan dialog para tokoh. Anak-anak mempraktikkan bagaimana cara membaca dengan intonasi, supaya cerita drama tidak kaku. Masukkan dari tiap anak tentang gaya pengucapan dari dialog ke dialog, menjadi ajang bagi anak untuk melatih dirinya menyimak ide teman-temannya demi menampilkan drama secara maksimal.
Proses persiapan drama dilanjutkan dengan perekaman suara para tokoh. Pada tahap ini anak-anak berlatih kesabaran dan fokus, karena berulang-ulang harus diulang lantaran kesalahan pengucapan atau suara adik-adik TK yang sedang bermain turut masuk ke dalam rekaman. Ketika latihan drama dilaksanakan, rekaman dialog anak-anak akhirnya batal digunakan. Mereka merasa lebih nyaman berekspresi tanpa harus mengekor dialog pada rekaman. Anak-anak berencana menampilkan nyanyian setelah drama.
Satu anak berinisiatif agar mereka menyanyikan lagu “This is Indonesia” karya Atta Halilintar yang biasa ia dengar. “Lagunya cocok dengan drama. Ada kata-kata ‘Bhineka Tunggal Ika. Berbeda-beda tapi tetap satu’,” kata Kea. Ia bersemangat mencatat lirik lagu yang terbilang banyak. Meski sempat kelelahan menulis, Kea pantang menyerah untuk menyelesaikan catatan lagu. Teman-temannya juga terus berlatih di rumah untuk menghafalkan lirik dan tempo lagu. Inisiatif membuat persiapan detail penampilan drama juga dilakukan Maisya. Di rumah, Maisya membuat mobil-mobilan dari kertas kardus. Keesokan harinya Maisya membawa mobil-mobilan itu ke sekolah.
Teman-teman Maisya berinisiatif menempelkan plat nomor kendaraan. Maka jadilah mobil-mobilan karya anak Cerlang sebagai properti drama. Mereka berseru kegirangan melihat karyanya sudah siap untuk dipakai manggung. Sikap mereka mencerminkan anak mampu bersikap positif terhadap belajar, senang dan menikmati proses belajar, yakin mampu mengatasi kesulitan belajar. Inilah sikap-sikap yang ditanamkan oleh Ki Hajar Dewantara.
Reporter : Feby Kartikasari
Editor : Mei Hani Anjani